Menulis bisa diibaratkan seperti orang yang sedang mengendarai sepeda. Saat belajar menulis kita akan menemui berbagai kendala seperti halnya orang yang belajar bersepeda. Namun semua itu bisa diatasi dengan berbagai cara agar tulisan kita semakin bagus dan menarik. Sama persis dengan pembalap yang juga butuh trik agar bisa menjadi juara di arena balap sepeda.
Menulis tak ubahnya naik sepeda. Awal belajar tentu akan mengalami banyak masalah. Menjaga keseimbangan merupakan kesulitan terbesar saat belajar mengendarainya. Sama dengan menulis, pertama akan kebingungan mencari ide. Setelah mendapat ide, bingung bagaimana mengungkapkannya dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, pilihlah diksi yang tepat agar pembaca mengerti gagasan kita.
Anehnya, ketika lancar menulis pun masih ada hambatan. Yah, kesulitan mengontrol ide agar tidak keluar dari pokok bahasan, hambatan membuat ending, tidak koheren dan lain-lain. Mungkin dalam bersepeda mirip bagaimana cara kita memegang stir biar stabil.
Ketika sudah bisa naik sepeda, ketrampilan kita dalam berkendara juga akan semakin bagus seiring seringnya kita menaikinya. Contohnya, bisa bersepeda dengan satu tangan di stang, bisa jumping, atau bahkan tanpa memegang stir pun tidak jatuh. Sama halnya dengan menulis, semakin lama, kita semakin piawai melihat sesuatu sebagai inspirasi untuk menulis. Melihat mobil jadi punya ide menuliskan perjalanan yang pernah dilakukan, lihat buah jadi ingin menulis tentang ketahanan pangan, bahkan melihat orang gila di jalan pun bisa jadi ide seandainya perempuan gila itu ibunya.
Seperti halnya naik sepeda, menulis juga menyehatkan. Kita juga bisa menyalurkan gagasan-gagasan terpendam sehingga tidak membebani pikiran kita. Saat kita suntuk, kita bisa menulis untuk menyampaikan uneg-uneg kita. Kabarnya, pasca istrinya meninggal, Alm. B.J. Habibie mengalami rasa kehilangan yang sangat sehingga harus ditangani oleh ahli kejiwaan. Dengan menuliskan kisahnya bersama Bu Ainun semasa hidupnya, Pak Habibie bisa bangkit dari keterpurukannya.
Ada juga penulis sukses yang menghasilkan pundi-pundi dari tulisannya. Sebut saja J.K. Rowling. Para penggemar Harry Potter pasti tahu siapa dia. Perempuan yang dilahirkan tanggal 31 Juli 1965 bernama asli Joanne Rowling ini telah menghasilkan lebih dari US$ 19 juta dari karyanya, belum lagi pemasukan dari adaptasi Harry Potter ke dalam film, membuatnya berhasil ada di jajaran orang-oran terkaya.
Namun demikian, bagi penulis pemula janganlah terlalu berorientasi pada uang. Belajar menulis saja dulu. Berlatih sebanyak yang anda bisa dan berlatih sebanyak yang anda bisa, begitu saran seorang trainer menulis. Lance Amstrong si pembalap legendaris pun awalnya juga berlatih dan berlatih sebelum menjuarai berbagai kejuaraan balap sepeda.
Berlatih itu memerlukan kedisiplinan. Dalam berlatih bersepeda agar mahir dan memiliki power supaya bisa melesat, dibutuhkan keajekan latihan. Tak berbeda dengan bersepeda, berlatih menulis pun butuh istikomah. Banyak penulis pemula yang mengeluh dirinya moody sehingga tidak bisa disiplin menulis. Caranya buatlah jadwal dan tentukan target, lalu bikinlah deadline untuk tulisan sendiri.
Membuat jadwal sangat penting. Jadwal berguna agar kita bisa mengatur waktu dengan baik. Sebab, umumnya penulis yang juga bekerja mengeluh sibuk, capek, tidak punya waktu untuk menulis, dan sebagainya. Dengan membuat jadwal, kita akan memiliki waktu khusus untuk menulis. Misal, 30 menit sebelum sholat subuh. Pagi hari merupakan waktu yang baik untuk menulis karena pikiran kita masih fresh. Jadwal yang sudah dibuat harus dilakukan secara kontinyu dan konsisten.
Untuk target awal, janganlah membikin terget yang tinggi dulu, misal dua paragraf setiap hari. Lalu ditingkatkan dengan menambah jumlah paragraf. Untuk menghindari lupa ide, bisa dibuat kerangka menggunakan mind mapping atau kerangka sederhana dulu. Bisa juga dengan menulis catatan sederhana satu atau dua paragraf, membuat gambar atau foto, dan lain-lain.
Tak ubahnya pembalap sepeda, penulis juga harus berlatih dan berlatih. Semakin sering berlatih, semakin bagus kualitas tulisannya. Agar piawai mengolah kata, kamus merupakan barang yang harus ada dalam jangkauan. Tidak harus berupa hard copy, kita bisa memanfaatkan kamus online. Jangan lupa untuk membaca, membaca, dan membaca. Dengan demikian tulisan kita semakin kaya kosa kata dan tidak membosankan.
Semakin banyak tulisan kita, semakin mahir juga kita membuat pembaca tertarik atau bahkan terhipnotis dengan tulisan kita. Ada lo tulisan-tulisan provokatif yang ditujukan untuk mengajak bunuh diri, and it works. Ngeri yaa...
Jangan sampai deh kita menulis sesuatu yang membuat orang punya ide melakukan hal buruk. Lebih baik menulis yang menghibur, menambah pengetahuan, menginspirasi, atau membangkitkan semangat pembaca yang mengalami keterpurukan. Pokoknya, menulislah yang bermanfaat buat diri sendiri dan orang lain.
Nganjuk, 28 September 2020
Sipppp....
BalasHapusCoba ahhhhh