Jumat, 13 November 2020

Anehkah Diriku?



Tahun 2020 merupakan tahun yang sulit bagi kebanyakan orang. Adanya Pandemi Covid-19 membuat para pekerja harus Work From Home (WFH) dan pelajar musti Belajar Dari Rumah (BDR). Tentu hal ini tidak mudah. Semua harus ditata ulang agar WFH bisa berjalan lancar. Guru-guru harus membuat RPP dan metode penyesuaian karena pembelajaran dilakukan secara daring. Para siswa pun tentu tidak nyaman proses belajarnya berubah dan tidak bisa bergaul dengan teman-temannya. 

Beberapa kali kulihat keluhan orang tua yang mendampingi anaknya melakukan BDR bersliweran di beranda medsosku. Ibu-ibu yang sudah bejibun pekerjaannya harus mengajar anaknya di rumah. Kalau anaknya cuma satu mungkin tidak terlalu repot. Bagaimana bila punya tiga anak atau lebih? Tentu akan membuat pusing juga. Orang tua menjadi tidak sabaran, bahkan ada yang sampai membentak-bentak dan memukul buah hatinya karena si anak dianggap tidak patuh dan lelet ketika diajari. 

Berbanding terbalik dengan orang-orang pada umumnya, aku justru gembira dengan adanya WFH dan BDR. WFH yang membuat orang menjadi jenuh karena harus selalu berada di rumah, tapi bagiku tidak. Aku tetap bisa produktif meski berada di rumah, karena memang aku seorang ibu rumah tangga yang biasa bekerja di rumah. Demikian juga dengan BDR, banyak orang tua yang stres mendampingi anaknya BDR, begiku tidak masalah. Anak-anakku sudah besar, mereka bisa belajar mandiri. Aku tinggal mendampingi dan memberikan saran seperlunya. 

Bagaimana dengan BDR anakku? Anak-anakku enjoy melakukan BDR. Pagi hari mereka membantuku membersihkan rumah, kadang berbelanja. Mereka juga bisa mencoba resep baru, belajar melukis, membaca novel kesukaannya, karena tugas sekolah lebih fleksibel. Pagi hari terasa lebih santai tanpa terburu-buru harus mempersiapkan diri datang ke sekolah tepat waktu. Mereka juga punya waktu untuk mengasah skill hidupnya di dunia nyata. Aku memang ibu yang kejam. Anak-anak tidak kubelikan mesin cuci sehingga harus mencuci manual, he he... 

BDR juga serasa mengembalikan anakku. Saat bungsuku kelas 9, aku seperti kehilangan dia. Pukul 05.30 dia harus ikut les di sekolah untuk persiapan menghadapi Ujian Nasional. Setelah pelajaran selesai, dia masih mengikuti berbagai kegiatan, belajar membuat karya tulis ilmiah, jurnalis, dan sebagainya. Akibatnya anak berada di sekolah selama sepuluh jam, malah kadang lebih, hingga ketika pulang sudah capek dan segera tidur sehabis salat isya. 

Dengan BDR, kami bisa melakukan banyak hal bersama, memasak, menanam toga, berdiskusi materi pelajaran, membahas musik dan film Korea, dan masih banyak lagi. BDR juga membuatku lebih dekat secara emosional dengan anak-anak. Mereka jadi lebih mudah diarahkan dan lebih care dengan orang tua. Apalagi saat aku harus bedrest selama sebulan akibat kecelakaan, merekalah yang merawatku. 

Ada satu lagi hikmah pandemi Covid-19 yang aku rasakan. Aku tidak perlu ikut seminar atau pelatihan untuk menambah ilmu dan kecakapanku menangani anak berkebutuhan khusus. Banyak webinar gratis yang bisa aku ikuti baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Padahal sebelum pandemi, aku harus pergi ke kota lain dan mengeluarkan biaya pelatihan. 

Pandemi memang mendatangkan berbagai masalah. Namun, tetap ada hal-hal positif yang bisa kita ambil sebagai hikmah. Tetap semangat, tetap patuhi protokol kesehatan. Semoga pandemi ini segera berlalu. 




Nganjuk, 13 September 2020.

Kamis, 12 November 2020

DEMI ANAK


Buku antologi yang berjudul “Demi Anak” yang ditulis oleh 41 penulis yang mayoritas adalah tenaga pendidik dan psikolog ini memang recommended. Para penulis merupakan praktisi pemerhati anak yang telah berpengalaman dalam hal mendidik anak.

Anda akan terinspirasi oleh tulisan yang memotivasi, cerita yang mengharu biru, dan tip-tip dalam mendidik anak. Tulisan pertama merupakan karya Bu Astatik Bestari yang berjudul “Masa Depan Pekerjaan Diukir Sejak di Sekolah”. Beliau yang merupakan seorang guru berkisah tentang pengalaman menemukan bakat dan minat putra dan peserta didiknya, terutama yang tergabung dalam PKBM Bestari.


Sementara, tulisan saya di buku “Demi Anak” menyampaikan tentang “Kecanduan Gawai Pada Anak”. Hal ini saya anggap penting karena pada masa pandemi sekarang ini, di saat anak-anak melakukan BDR, kekuatiran terjadinya kecanduan sangat besar. Tulisan ini mengupas tentang dampak buruk penggunaan gawai/gadget yang berlebihan, tanda-tanda anak kecanduan, bagaimana menghindarinya dan apa yang harus kita lakukan sewaktu anak kita terindikasi ketergantungan gadget.

Buku ini dipungkasi dengan “Anak Santun Tak Akan Tergusur Waktu” yang ditulis oleh Bu Heni Murawi. Tulisan tersebut membahas tentang pentingnya etika di zaman milenial, cara mengajarkan etika dan bagaimana orang tua mendidik etika di era COVID. Semua pemaparan disampaikan secara runut dan mengalir. Menarik bukan?

Buku yang dieditori Pak Teguh Wahyu Utomo dibanderol 75K belum termasuk onkos kirim. Buku ini sangat layak dimiliki para pendidik dan orang tua yang peduli akan masa depan putra putrinya.



Rabu, 11 November 2020

Rumah Kosong Bag. 1

 


    Peristiwa ini terjadi awal tahun 2000, saat aku menyewa sebuah rumah tua di sebelah rumahku kini. Rumah tua itu agak jauh dari tetangga. Depan rumah, di seberang jalan raya adalah sebuah sekolah, sebelah kanan rumah kosong, belakangnya juga rumah kosong yang dipakai sebagai kandang kambing, sementara sebelah kiri kebun rimbun tak terawat. 

    Tidak seperti layaknya orang Jawa, bila pindah rumah mengadakan selamatan, waktu itu aku tidak melakukan selamatan karena rumah itu ada penghuninya. Aku cuma ngekost di bagian depan sebab kami berencana membangun rumah di desaku. 

    Awal tinggal di rumah itu, aku tidak tahu kalau si penghuni ternyata kalau malam jarang tidur di rumah tersebut. Dia lebih banyak begadang dan berjudi di tempat lain sehingga rumah selalu kosong. Pantas saja rumah kelihatan sintrum, istilah Jawa untuk tempat yang tampak angker. Tidak hanya malam hari, siang hari pun suasananya tidak jauh berbeda. Apalagi di dekat situ ada pemakaman yang terkenal wingit, kuburan Mondoroko. Menurut cerita, banyak orang yang dibelokkan ke area makam. 

    Anehnya, setiap hari banyak motor mogok atau kempis bannya di area tempat tinggal baruku. Bayangkan, sehari ada empat sampai delapan sepeda motor yang dituntun melewati depan kostku. Janggalnya lagi, tidak hanya motor lama yang macet tiba-tiba, tetapi juga motor baru yang rasanya mustahil mengalami kerusakan. 

    Pernah suatu malam, aku dan suami sedang mengobrol sambil rebahan. Tiba-tiba terdengar orang mengucapkan “kulo nuwun” dengan suara cukup keras. Suamiku langsung beranjak dari tempat tidur untuk membukakan pintu. Tetapi heran, tidak ada seorang pun di teras rumah. 

    Pekerjaan suami yang tidak terikat jam kerja membuatku sering tinggal di rumah sendiri, baik karena pulang larut atau pergi ke luar kota. Jadilah aku sendirian di rumah ditemani sulungku. Kadang ada suara-suara di rumah bagian belakang. Aku kebetulan menempati bagian depan yang notabene bangunan baru atau bangunan tambahan. 

    “Ah, itu cuma suara tikus.” Begitu kata si pemilik rumah setiap kali aku ceritakan tentang suara yang kudengar. 

    Suatu malam, aku tinggal berdua dengan si sulung ketika suami bekerja di luar kota. Saat itu aku hendak ke kamar kecil dan mengambil air wudu, tapi aku ragu. Malam sudah larut, si sulung sudah tertidur nyenyak. Aku belum salat isya karena sangat beresiko meninggalkan sulungku yang mengalami gangguan hiperaktifitas untuk salat. 

    Kembali terdengar suara-suara di belakang. Aku takut ke kamar kecil sendiri. Untuk mencapai kamar kecil yang di dalam rumah, aku harus melewati rumah utama dengan tiga kamar berjajar yang disebut sentong. Setelah itu melewati lorong gelap, yang bersebelahan dengan kamar kosong yang tampak menyeramkan. Namun aku harus salat isya. Bagaimana mungkin aku tidak menjalankan salat hanya karena takut hantu? 

    Kubaca ayat Kursi tiga kali, lalu bersalawat, berangkatlah aku ke kamar kecil dengan berjalan lurus tanpa tengak tengok. Setelah kencing dan berwudu, aku cepat-cepat kembali ke ruang depan untuk salat isya. Namun entah kenapa setelah salat, aku sulit memejamkan mata. Sejurus kemudian terdengar suara orang mandi di rumah sebelah. Syukurlah, ada teman di rumah sebelah, dan aku pun bisa tidur dengan tenang. 

    Beberapa hari kemudian aku baru sadar, rumah sebelah kosong. Lalu, siapa yang mandi tengah malam itu?

Nganjuk, 11-11-2020

Edisi cerita horor. To be continued, ya...



Kolaborasi cerita misteri :

https://dee-arnetta.blogspot.com/2020/11/jangan-bermain-denganku.html?m=1

https://dee-arnetta.blogspot.com/2020/11/mengapa-harus-aku.html?m=1

https://omahria.blogspot.com/2020/11/tabir-nuraini.html

https://biruisbluish.blogspot.com/2020/11/sampaikan-salam-sayangku-i.html

https://iimhappypills.blogspot.com/2020/11/misteri-aroma-melati.html

https://ecchan.wordpress.com/2020/11/10/horror-mencoba-eksis/

https://terpakukilaukata.blogspot.com/2020/11/kembar.html?m=1

https://anastasialovich.blogspot.com/2020/11/pathok.html?m=1

https://imelcraftdiary.blogspot.com/2020/11/cerita-horor-anak-kost.html?m=1

https://deliaswitlof.blogspot.com/2020/11/rumah-no-1.html?m=1

https://menjile.blogspot.com/2020/11/gazebo-bambu-tua.html

https://cemplungable.blogspot.com/2020/10/penghuni-yang-tak-diundang.html


PAMER

  Ada tulisan dari seorang influencer yang mengajak unsubcribe Atta Halilintar karena dianggap terlalu mengekspos kekayaannya. Hal ini dite...