Selasa, 13 Oktober 2020

Stereotip Salah Kaprah terhadap Orang Tua ABK



Walaupun zaman sudah modern, nyatanya masih banyak anggapan dan mitos salah kaprah terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan orangtuanya. Banyak masyarakat beranggapan bahwa memiliki ABK merupakan bentuk karma dan korban untuk pesugihan. Stereotip dan mitos keliru tersebut tentu makin membebani psikologis para orang tua anak spesial tersebut yang sebenarnya sudah berat.

Pada dasarnya setiap anak memiliki kekhususan, karena setiap individu mempunyai bakat dan minat yang berbeda. Namun, anak berkebutuhan khusus yang dimaksud di sini adalah anak dengan kendala tertentu yang menyebabkannya memiliki kebutuhan spesial. Tidak heran bila banyak yang menyebut anak berkebutuhan khusus dengan sebutan anak spesial. Misalnya anak tuna daksa tentu mempunyai kebutuhan yang berbeda dengan anak pada umumnya, demikian juga dengan anak tuna netra, anak tuna rungu, anak autis, down syndrom dan lain sebagainya. 

Sayangnya, dalam kehidupan nyata masih ada berbagai pandangan tertentu berkaitan dengan anak kebutuhan khusus. Bagi masyarakat modern, dimana teknologi sudah begitu mudah diakses untuk mendapatkan informasi atas berbagai hal, pemikiran terhadap adanya ABK ini merupakan hal yang sudah tidak aneh lagi. Mereka lebih terbuka dalam menerima keberadaan mereka sehingga anak-anak berkebutuhan khusus bisa mendapatkan pendidikan yang layak sesuai kebutuhannya. Bahkan gedung-gedung, baik sekolah/kampus maupun kantor-kantor dan tempat umum mulai didesain sedemikian rupa demi kemudahan para orang berkebutuhan khusus atau kaum difabel untuk melakukan mobilitas.
Ternyata, banyak pandangan miring terhadap anak berkebutuhan khusus. Ada berbagai stereotip keliru yang membuat ABK dan orang tua merasa tidak nyaman.
Bagaimana dengan masyarakat yang masih awam? Nah, di sini masalahnya. Ternyata, banyak pandangan miring terhadap anak berkebutuhan khusus. Ada berbagai stereotip keliru yang membuat ABK dan orang tuanya merasa tidak nyaman. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa keberadaan ABK ini merupakan manifestasi dari karma. Keberadaannya dinilai sebagai akibat dari perbuatan dosa yang pernah dilakukan orang tuanya hingga lahirlah anak yang berkekurangan dari segi tertentu. Bisa dibayangkan beban mental orang tuanya, kan? 

Ada juga yang beranggapan bahwa anak berkebutuhan khusus sebagai penyakit turunan. Mereka beranggapan bahwa orang yang di keluarganya terdapat ABK akan mempunyai turunan ABK pula. Mungkin gen memang turut mempengaruhi, tapi kebanyakan ABK terjadi karena banyak faktor, kesehatan ibu selama kehamilan, proses persalinan yang bermasalah, maupun faktor kecelakaan. Sebagai contoh ibu yang mengalami malnutrisi selama kehamilan akan rentan melahirkan bayi dengan berbagai gangguan akibat kekurangan gizi tersebut. Proses kelahiran yang mengalami berbagai hambatan semisal lahir sebelum waktunya juga dapat menyebabkan gangguan pada anak seperti low vision, gangguan pada indra pendengaran, akibat belum matang saat dilahirkan, dan lain-lain. 

Selain itu, ada juga yang beranggapan anak berkebutuhan khusus terjadi karena faktor kurangnya perhatian dari orang tua, terutama ibu. Anggapan ini biasanya terjadi pada anak autis, ADHD, dan gangguan pemusatan perhatian (PDD). Maka jangan heran bila ada anak yang hiperaktif mendapat sebutan anak nakal atau anak kurang ajar. Anak autis yang lambat bicara sering dikira akibat kecuekan sang ibu yang tidak mengajak anaknya berkomunikasi. Ibu yang mestinya didukung malah disalahkan.

Ada ABK yang dianggap sebagai lebon pesugihan. Anak dikira menjadi cacat karena digunakan sebagai persembahan kepada danyang tertentu untuk memperoleh kekayaan. 

Stereotip terakhir memang lucu dan tidak rasional. Ada ABK yang dianggap sebagai lebon pesugihan. Anak dikira menjadi cacat karena digunakan sebagai persembahan kepada danyang tertentu untuk memperoleh kekayaan. Masyarakat pedesaan ternyata masih banyak yang percaya dengan mitos bahwa orang yang mencari pesugihan model tertentu menjadikan anak tidak normal. Anggapan ini tidak hanya membebani psikologis orang tua ABK tapi juga membuat orang tua si anak dijauhi oleh masyarakat yang masih mempercayai mitos seperti itu. Itulah mengapa ada orang tua yang menyembunyikan anak berkebutuhan khususnya. 

Melihat besarnya dampak adanya berbagai anggapan yang menyudutkan orang tua ABK, hendaknya membuat kita lebih berempati pada mereka, yaitu para ABK dan orang tuanya. Sosialisasi pada masyarakat sangat penting, terutama masyarakat desa melalui kegiatan kemasyarakatan seperti PKK dan Posyandu. Tujuannya, agar masyarakat dapat menerima keberadaan ABK sebagai sebuah keniscayaan. Dengan sosialisasi ini diharapkan para ABK dan orang tuanya bisa hidup nyaman dan harmonis sehingga hak-hak mereka sebagai anggota masyarakat tidak terzalimi.


Postingan di atas pernah dimuat di www.kampusdesa.or.id pada tanggal 9 Juli 2020.

Jumat, 09 Oktober 2020

Positif


 

Hari masih gelap. Suami dan ketiga anak Surti masih terlelap dalam buaian mimpi. Surti mengendap-endap ke kamar kecil. Dia takut suami dan anak-anaknya terbangun.

Masih menempel di benak Surti kejadian satu setengah bulan lalu. Waktu itu adalah anniversary mereka yang ke-25. Kata orang-orang anniversary perak. Surti bahagia. Ia ingin merayakannya bersama anak dan suaminya saja. Ia tidak mengundang keluarga besar, teman, ataupun tetangganya.

“Ah, biarlah. Aku kan tidak punya cukup uang. Kalau mengundang orang pasti butuh biaya banyak. Nanti kalau ada yang tanya kenapa tidak diundang, bilang saja masa pandemi tidak boleh berkumpul dengan orang banyak.” Batin Surti sambil senyum-senyum.

Hari itu Surti memesan tart ke seorang temannya. Harganya tidak sampai seratus ribu. Tart kecil yang dihiasi bunga nan cantik itu sungguh membuatnya kagum. Surti tidak bisa membuat tart sendiri. Dia cuma bisa bikin bubur merah putih. Bubur merah putih? Apa nanti kata teman-temannya bila diunggah di Fasebook, acara anniversary pernikahan peraknya pakai bubur merah putih? Surti tidak mau dirinya jadi bahan olok-olokan di medsos.

Selain tart, Surti juga memasak yang spesial dan membuat es Oyen. Pagi-pagi, Toni, anak sulung Surti menangkap ayam di kandang belakang dan menyembelihnya untuk dimasak ibunya. Hari itu Surti masak kesukaan keluarganya, Opor Ayam. Toni juga memanjat pohon kelapa Gading yang sedang berbuah lebat untuk diambil degannya untuk bikin es Oyen.  Surti sangat mengandalkan putra sulungnya yang rajin dan penurut.

Waktu hari H acara anniversary perak, Surti ingin membuat kejutan untuk suaminya, Tejo. Kebetulan sehabis salat subuh, Tejo berangkat ke rumah Haji Ghoni, orang terkaya di desanya. Haji Ghoni mempunyai sawah berhektar-hektar, peternakan kambing Etawa, dan kolam ikan gurami. Sejak bujang, Tejo sudah bekerja pada Haji Ghoni. Berarti Tejo sudah bekerja selama dua puluh lima tahun lebih pada Haji Ghoni. Pekerjaan utama Tejo adalah membajak sawah dan mengawasi para pekerja yang menggarap sawah Haji Ghoni.

Sore itu Tejo pulang untuk mandi dan salat asar. Seperti biasa, Tejo mengajak anak-anaknya salat berjamaah. Salat berjamaah di rumah keluarga Tejo hanya dilakukan pada waktu salat asar saja. Selain waktu asar, salat dilakukan berjamaah di langgar yang jaraknya sekitar lima puluh meter dari rumahnya. Sewaktu mereka berdoa, HP Tejo berdering. Cepat-cepat Tejo mengangkatnya.

Surti tidak tahu itu telpon dari siapa. Ia hanya mendengar suaminya menjawab dengan jawaban nggih berkali-kali. Surti paling tidak suka bila saat ditelpon orang, suaminya cuma menjawab nggih atau iya. Baginya, itu seperti kerbau yang dicocok hidungnya, hanya menurut tanpa mempunyai ide.

Tak lama setelah menerima telepon, Tejo sudah tampak siap akan pergi lagi dengan mengenakan jaket. Lalu dia pamit kepada istrinya dengan terburu-buru.

“Dhek, aku keluar dulu ya? Penting.” Katanya pada Surti.

“Ke mana, Mas? Jangan lama-lama ya? Nanti habis maghrib kita ngumpul sambil makan malam.” Surti bicara sambil mengikuti suaminya yang tergesa-gesa melesat bersama motor CB-nya.

Petang telah beranjak ke malam. Surti dan ketiga anaknya menunggu Tejo pulang. Namun suara motor CB yang mereka nanti tak kunjung tiba di halaman rumah.

Surti semakin gelisah. Dilihatnya jam yang menempel di dinding ruang tamu. Jarum panjang menunjuk ke angka dua belas, sementara jarum pendek menunjuk ke angka tujuh.

“Buk, aku sudah lapar. Kita makan yuk, opor ayamnya?” Rengek Bagus, putra bungsunya.

“Sabar kenapa sih, Le? Kita tunggu lagi Bapak setengah jam lagi.” Bujuk Surti.

“Tapi Bagus sudah lapar, Buk. Lihat nih, perut Bagus sampai mau lengket dengan tulang belakang.” Jawab Bagus sambil memperlihatkan perutnya yang dikempiskan.

Surti beranjak berdiri, lalu berjalan ke teras untuk menengok suaminya. Lama dia melihat jalan di depan rumahnya, namun Tejo tidak nongol juga. Surti kembali masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Tiba-tiba dia ingat sesuatu.

“Hmmm... Pasti Mas Tejo lagi nongkrong di warung Wati. Janda cantik yang suaminya meninggal setahun lalu itu memang kurang ajar!” Surti bergumam sambil mengepalkan tangannya.

“Ton, Toni! Tolong lihat warung Mbak Wati. Mungkin Bapak lagi ngopi di sana. Kalau tidak ada, cari di rumah Pak Haji Ghoni ya,” Perintah Surti dengan suara lantang.

Toni segera bergegas mengambil sepedanya dan mengayuhnya meninggalkan rumah. Dia tidak mau ibunya mengomel bila dirinya tidak segera berangkat.

Malam itu, Surti benar-benar jengkel dengan suaminya. Tejo tak juga pulang. Toni yang mencari bapaknya ke berbagai tempat pun tak menemukannya. Usaha Surti untuk memberi kejutan pada Tejo dengan merayakan ulang tahun pernikahan mereka pupus sudah. Anak-anak dibiarkannya menikmati opor ayam tanpa dirinya. Surti kehilangan nafsu makannya karena kecewa dengan suaminya. Dia jengkel, sejengkel-jengkelnya.

Jam baru saja berdentang satu kali ketika terdengar suara ketukan pelan di ruang tamu. Surti yang belum tidur sesaat pun beranjak membuka pintu untuk suaminya.

“Dari mana kamu, Mas? Dari rumah Mbak Wati, ya? Tega kamu ya? Aku mati-matian berusaha membuatmu bahagia, kamu malah selingkuh.” Surti melampiaskan kekesalannya sambil memukuli dada suaminya.

“Sabar to, Dhek. Dengarkan penjelasanku dulu.” Tejo berusaha meredam kemarahan istrinya sambil menariknya ke dalam kamar. Ia takut anak-anaknya terbangun mendengar pertengkaran mereka.

Tejo memeluk erat Surti dan mencium bibirnya agar omelannya berhenti dan kemarahannya mereda. Meski Surti berusaha melepaskan diri, namun lama-lama dia menikmati ciuman suaminya. Mereka pun menikmati malam berdua.

Surti tersadar dari lamunannya ketika mendengar tarhim dari masjid desanya. Dipandangnya benda panjang seukuran pangkal batang lidi itu, lalu dikibas-kibaskannya. Surti menatap benda itu dengan berdebar-debar. Sesaat kemudian dilihatnya dua strip merah di benda itu.

“Hah, positif?” Gumam Surti sampai terduduk. Tubuhnya terasa lemas. Ia ingat saat sibuk mempersiapkan acara ulang tahun perkawinan dan dongkol dengan Tejo, ia lupa meminum pil untuk mencegah kehamilan. Kini, di usianya yang sudah 45 tahun rasanya berat bila harus hamil lagi. Surti juga malu, maluuu sekali.

 

Cerita di atas merupakan cerita fiksi dalam bentuk fiksi mini (Fikmin) yang biasa juga disebut dengan Cermin (Cerita Mini). Bisa dijadikan sebagai contoh atau pemantik ide bagi yang sedang belajar menulis fiksi.

 

Puisi Rindu


Semburat mentari mengawali pagi

Ada kosong menyelimuti hati

Adakah rasa yang menggelayuti jiwa?

Bilakah kita kan bersua di beranda? 

 

 

Menilik Blog Teman


 

Bagiku yang masih newbie di dunia ngeblog, mengamati blog teman merupakan hal yang sensial. Alasannya sederhana. Aku ingin blogkku bagus dari segi konten maupun tampilan. Ngomong-ngomong soal blog teman, ada salah satu teman yang membuatku tertarik untuk mereview blognya, (https://emmywsakya.blogspot.com). Siapa lagi kalau bukan Bu Emmy? Perempuan yang sudah pensiun dari pekerjaannya dan memiliki cucu ini menarik perhatianku.

Pemilihan theme dengan background hijau, dengan dasar putih di area tulisan, merupakan pilihan yang simpel dan tidak bikin puyeng bagi yang ingin membaca tulisan beliau. Ada lo, blog yang colorfull sehingga justru mengganggu kekhusukan kita dalam membaca.

Font yang digunakan juga dipilih font yang tidak neko-neko, sederhana tetapi membuat nyaman mata pembacanya dengan ukuran yang sesuai. Foto yang diunggah pun lumayan bagus, foto yang original. Bagiku keaslian hasil karya sendiri lebih bagus daripada nyomot karya orang lain.

Soal konten, cukup wow, mengulas tentang Kagoshima, Jepang, dengan penuturan yang runut dan jelas. Ditambah ulasan tentang masakan favorit keluarga besar suami, Garang Asem. Sayang tampilan fotonya kurang besar.

Secara keseluruhan, blog ini recommended. Buktinya, meski terbilang baru, sudah ada beberapa follower.

 

Menangani Anak Autis


Resensi Buku Nonfiksi: Autisme: Pada Anak

Judul buku: Autisme: Pada Anak

Pengarang: Dr. Dr. Y. Handojo, MPH

Penerbit: PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia

Tahun Terbit: 2009

Dimensi:  14,5 x 20 cm

Jumlah halaman: 273


Buku ini sudah lama saya cari. Beberapa toko online yang saya kunjungi menunjukkan stok kosong. Akhirnya ada seorang teman FB yang memberi nomor seseorang yang menjual buku-buku tentang Autisme. Dan saya mendapatkan versi tidak lengkap (tanpa DVD).

Buku yang bertujuan untuk menyiapkan anak autis untuk mandiri dan masuk sekolah reguler dengan Metode ABA Basic ini disampaikan dengan bahasa yan ringkas, padat, dan jelas. Pada Bab I, Pendahuluan, berisi persiapan sebelum melakukan terapi dan teknik-teknik dasar Metode ABA.

Bab selanjutnya berisi langkah demi langkah-langkah Metode ABA (basic) mulai mengajarkan kontak mata, kepatuhan, kemampuan bahasa reseptif, pra-akademik, akademik, sampai step-step melatih kemampuan membantu diri (self help skills). Tidak ketinggalan cara mengajarkan bermain sehingga anak bisa belajar banyak dari aktifitas bermainnya.

Buku ini sangat bagus dimiliki orang tua yang ingin memberikan terapi anak berkelanjutan di rumah setelah mendapatkan terapi dari terapis profesional. Untuk orang tua yang belum pernah belajar Metode ABA, buku ini juga dilengkapi dengan DVD yang dapat memberikan contoh-contoh dari langkah-langkah kegiatan terapi. Hanya satu yang disayangkan, buku yang mengajarkan Metode ABA Basic ini sangat sulit ditemukan, baik di toko buku offline maupun online. Kalaupun ada, kebanyakan bukan buku asli dan tidak disertai DVD.

 


Senin, 05 Oktober 2020

Ternyata Aku Biasa Menulis

 


Awal pandemi ada seorang teman yang sharing tentang pelatihan menulis. Pelatihan tersebut dimentori oleh seorang penulis yang sudah lama malang melintang di media massa dan sudah menelurkan puluhan buku, Teguh Wahyu Utomo. Maka akupun menghubungi beliau  secepatnya karena takut kuota peserta habis.

Sebelum materi utama disampaikan, sang trainer bertanya kepada peserta apa saja kendala dalam menulis. Para peserta dengan antusias mengatakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi saat menulis. Ada yang kendalanya moody, tidak punya waktu karena bekerja, kurang referensi, dan lain-lain. Waktu itu aku menyampaikan mencari ide, memilih kata yang tepat untuk mengungkapkan ideku, dan takut tulisan tidak layak baca adalah hambatan terbesarku. Ya, itulah mental block-ku.

Untuk menghilangkan mental block-ku, Pak Tom, begitulah beliau sering dipanggil, menyarankan beberapa hal. Pertama, bahwa ketakutan tulisan tidak layak dibaca merupakan kekhawatiran yang tidak perlu. Karena, setiap penulis mempunyai segmen pembacanya masing-masing. Ada pembaca yang suka tulisan yang lugas, simpel, dan mudah dimengerti. Sebaliknya, ada pembaca yang gemar mengonsumsi tulisan yang puitis dan penuh makna.

Kedua, kesulitan menuangkan ide kita sehingga mudah dipahami oleh pembaca ternyata solusinya sangat sederhana tapi butuh kedisiplinan, yaitu membaca secara teratur. Baca, baca, baca, lalu tulis. Semakin banyak kita membaca semakin banyak pula kosa kata yang dapat digunakan untuk mengekspresikan ide kita.

Terakhir, ternyata aku berfikir terlalu besar tentang ide apa yang akan kutulis sehingga membuatku merasa tak punya gagasan. Bukankah sehari-hari kita sebenarnya sudah menulis? Misal, menulis daftar belanjaan. Dari list tersebut kita bisa menuliskan di mana tempat belanja yang nyaman dan murah, apa saja ciri-ciri barang yang kita beli berkualitas, bagaimana mengatur keuangan kita agar cukup, dan sebagainya.

Tanpa ku sadari, aku sering menulis. Ya, setiap hari aku menulis laporan tentang apa saja yang dipelajari dan dicapai oleh Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)  yang aku dampingi. Bila dijabarkan secara detail, tentu laporanku sudah menjadi sebuah buku. Ah, ternyata aku sudah biasa menulis. Tinggal bagaimana mengembangkannya agar lebih lengkap dan dapat bermanfaat bagi pembacanya.

 

Nganjuk, 5 Oktober 2020

  


PAMER

  Ada tulisan dari seorang influencer yang mengajak unsubcribe Atta Halilintar karena dianggap terlalu mengekspos kekayaannya. Hal ini dite...