Tahun 2020 merupakan tahun yang sulit bagi kebanyakan orang. Adanya Pandemi Covid-19 membuat para pekerja harus Work From Home (WFH) dan pelajar musti Belajar Dari Rumah (BDR). Tentu hal ini tidak mudah. Semua harus ditata ulang agar WFH bisa berjalan lancar. Guru-guru harus membuat RPP dan metode penyesuaian karena pembelajaran dilakukan secara daring. Para siswa pun tentu tidak nyaman proses belajarnya berubah dan tidak bisa bergaul dengan teman-temannya.
Beberapa kali kulihat keluhan orang tua yang mendampingi anaknya melakukan BDR bersliweran di beranda medsosku. Ibu-ibu yang sudah bejibun pekerjaannya harus mengajar anaknya di rumah. Kalau anaknya cuma satu mungkin tidak terlalu repot. Bagaimana bila punya tiga anak atau lebih? Tentu akan membuat pusing juga. Orang tua menjadi tidak sabaran, bahkan ada yang sampai membentak-bentak dan memukul buah hatinya karena si anak dianggap tidak patuh dan lelet ketika diajari.
Berbanding terbalik dengan orang-orang pada umumnya, aku justru gembira dengan adanya WFH dan BDR. WFH yang membuat orang menjadi jenuh karena harus selalu berada di rumah, tapi bagiku tidak. Aku tetap bisa produktif meski berada di rumah, karena memang aku seorang ibu rumah tangga yang biasa bekerja di rumah. Demikian juga dengan BDR, banyak orang tua yang stres mendampingi anaknya BDR, begiku tidak masalah. Anak-anakku sudah besar, mereka bisa belajar mandiri. Aku tinggal mendampingi dan memberikan saran seperlunya.
Bagaimana dengan BDR anakku? Anak-anakku enjoy melakukan BDR. Pagi hari mereka membantuku membersihkan rumah, kadang berbelanja. Mereka juga bisa mencoba resep baru, belajar melukis, membaca novel kesukaannya, karena tugas sekolah lebih fleksibel. Pagi hari terasa lebih santai tanpa terburu-buru harus mempersiapkan diri datang ke sekolah tepat waktu. Mereka juga punya waktu untuk mengasah skill hidupnya di dunia nyata. Aku memang ibu yang kejam. Anak-anak tidak kubelikan mesin cuci sehingga harus mencuci manual, he he...
BDR juga serasa mengembalikan anakku. Saat bungsuku kelas 9, aku seperti kehilangan dia. Pukul 05.30 dia harus ikut les di sekolah untuk persiapan menghadapi Ujian Nasional. Setelah pelajaran selesai, dia masih mengikuti berbagai kegiatan, belajar membuat karya tulis ilmiah, jurnalis, dan sebagainya. Akibatnya anak berada di sekolah selama sepuluh jam, malah kadang lebih, hingga ketika pulang sudah capek dan segera tidur sehabis salat isya.
Dengan BDR, kami bisa melakukan banyak hal bersama, memasak, menanam toga, berdiskusi materi pelajaran, membahas musik dan film Korea, dan masih banyak lagi. BDR juga membuatku lebih dekat secara emosional dengan anak-anak. Mereka jadi lebih mudah diarahkan dan lebih care dengan orang tua. Apalagi saat aku harus bedrest selama sebulan akibat kecelakaan, merekalah yang merawatku.
Ada satu lagi hikmah pandemi Covid-19 yang aku rasakan. Aku tidak perlu ikut seminar atau pelatihan untuk menambah ilmu dan kecakapanku menangani anak berkebutuhan khusus. Banyak webinar gratis yang bisa aku ikuti baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Padahal sebelum pandemi, aku harus pergi ke kota lain dan mengeluarkan biaya pelatihan.
Pandemi memang mendatangkan berbagai masalah. Namun, tetap ada hal-hal positif yang bisa kita ambil sebagai hikmah. Tetap semangat, tetap patuhi protokol kesehatan. Semoga pandemi ini segera berlalu.
Nganjuk, 13 September 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar